Rabu, 13 Desember 2017

Contoh Essay dalam bahasa indonesia



Cara membentuk Keceradasan psikologis untuk mengembalikan minat belajar dan mencegah kenakalan siswa
Siswa SMA yang memiliki kecerdasan psikologis cenderung lebih berprestasi dari pada siswa yang tidak memilikinya. Kecerdasan psikologis itu merupakan kecerdasan emosional dan persiapan diri untuk menghadapi segala macam situasi yang akan membuat seseorang lemah namun dia dapat mengendalikan dirinya untuk tidak melakukan hal yang bodoh. Kecerdasan psikologis juga di istilahkan dengan kata lain yaitu kedewasaan berpikir. Dengan kata lain, kedewasaan berpikir inilah yang membuat Siswa yang memilikinya terlihat lebih lihai dan pintar walaupun sebenarnya dia tidak, untuk mendapatkan prestasi lebih dalam bidang apapun disekolah. Ketika seorang Siswa mempunyai kecerdasan psikologis, dia akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Memilih yang mana yang baik untuknya dan yang tidak, akan ditingalkannya. Siswa yang tidak memiliki kecerdasan psikologis biasanya juga kehilangan minat dalam belajar. Siswa tersebut akan tidak memikirkan lagi pelajarannya dan lebih menyibukkan diri dengan hal selain dari kegiatan belajar-mengajar dan ekstrakulikuler. Siswa seperti ini lebih mementingkan kesenangan dirinya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain, baik itu temannya, orangtuanya maupun gurunya. Contohnya kenakalan remaja. Kenakalan remaja terjadi akibat kurangnya kecerdasan psikologis pada seorang Siswa sehingga Siswa ini menjadi salah presepsi akan hal yang boleh dilakukan dan tidak. Maka dari itu si Siswa merasa bahwa dia bisa melakukan hal apapun sekehendak hatinya walaupun hal itu melanggar peraturan, norma dan akidah. Hal itu berarti, kecerdasan psikologis sangat diperlukan oleh semua Siswa. Oleh sebab itu Kecerdasan psikologis dapat dimiliki oleh semua Siswa dengan beberapa cara diantaranya : 
Pertama yaitu dengan cara pembinaan. Pembinaan dapat dilakukan di sekolah dan dirumah. Jika pihak sekolah mau berpartisipasi untuk mengatasi masalah menurunnya minat belajar siswanya dan kenakalan remaja dengan cara mengadakan kegiatan konseling untuk semua siswa, tidak hanya siswa yang bermasalah akan tetapi siswa yang berprestasi dan yang tidak, setidaknya dua kali seminggu dan diarahkan oleh wali kelas masing-masing. Cara ini terbukti berhasil ketika diterapkan disemua sekolah menegah atas yang berada di luar negeri, contohnya seperti Korea selatan dan Jepang.  Selain itu pihak sekolah juga dapat mengadakan kegiatan pemberian siraman rohani dan motivasi untuk memberikan pengetahuan dan pembentukan karakter dengan tidak menyepelekan satu orang siswa pun setidaknya hal ini dilakukan sekali seminggu di hari-hari tertentu. Tidak hanya sekolah yang harus berperan aktif untuk mencerdaskan psikologis siswa, orang rumah juga memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Dengan tidak mengabaikan dan melakukan kekerasan terhadap mereka. Selalu menyuntikan motivasi dan memberikan pengarahan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak bagi mereka dan mengajak mereka untuk berdiskusi dan tidak menyepelakan pendapat mereka, hal ini sudah lebih dari cukup untuk membuat siswa ini sadar akan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai seorang siswa dan remaja, dan dari kesadaran inilah, perlahan-lahan kecerdasan psikologis akan terbentuk pada diri seorang siswa.
Cara yang kedua yaitu dengan pengawasan. Pengawasan juga diperlukan dalam hal ini. Pengawasan dapat dilakukan oleh orang rumah dan sekolah. Akan tetapi bukan jenis pengawasan yang berlebihan. Bagaimanapun jika pengawasan itu dilakukan secara belebihan akan menyebabkan efek yang tidak baik bagi psikologisnya, sedangkan yang ingin dicerdaskan disini oleh orang rumah dan pihak sekolah adalah Psikologisnya. Maka dari itu berikanlah pengawasan yang sekiranya diperlukan siswa tersebut. Pengawasan yang bagaimana itu tergantung dari kebutuhan siswa tersebut. Orang tua dapat melakukan pengawasan terhadap perilaku mereka, teman mereka, tontonan mereka dan juga membantu mereka belajar itu saja sudah cukup. Buat mereka merasa bahwa mereka penting bagi orang disekitar mereka dan memiliki peranan penting dalam keluarga. Lalu ada juga pengawasan yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah hal itu mencakup perilaku, perkembangan belajar, dan kecerdasan mereka. Apabila semua hal ini dilaksanakan oleh setiap pihak, maka saya rasa semua masalah siswa dapat terselesaikan dan memungkinkan diri mereka untuk mengembangkan kecerdasan psikologis mereka.
Cara yang ketiga yaitu memberikan dukungan. Dukungan yang dapat diberikan tentu saja terhadap kegiatan positif mereka. Pada dasarnya setiap siswa itu mempunyai mental yang lemah. Ketika mereka memiliki keinginan untuk membuat suatu hal yang positif akan tetapi tidak mendapatkan dukungan dari seorangpun, maka mereka akan cenderung mengabaikan keiginan orang lain juga. Mereka akan menjadi orang yang egois dan berhati batu. Hal itu terjadi karena harapan mereka pupus dan mereka tidak mau lagi mengurusi hal yang sama jika hal itu terjadi pada orang lain. Afeksi, pujian dan segala macam bentuk dukungan dapat diberikan oleh orang tua dan pihak sekolah. Jadikan mereka merasa bangga dengan kemampuan mereka dan ajari mereka untuk tidak memiliki sikap sombong terhadap apa yang mereka miliki. Dukungan dan motivasi memang sangat diperlukan oleh siswa manapun. Jadi jika hal yang mendasar itu diabaikan maka menumbuhkan kembali minat mereka untuk belajar dan membentuk kecerdasan psikologis mereka akan sangat sulit untuk dilakukan.
Kesimpulannya. Kecerdasan psikologis atau kematangan berpikir sangat penting untuk dibentuk pada setiap individu siswa. Selain hal ini bermanfaat bagi mereka. Hal ini juga bermanfaat bagi orang disekitar mereka. Seperti yang telah saya paparkan diatas, kecerdasan psikologis untuk meningkatkan kembali minat belajar dan mencegah kenakalan remaja pada siswa dapat dibentuk dengan beberapa cara. Pertama yaitu dengan cara pembinaan. Pembinaan yang dapat dilakukan di sekolah dan dirumah. Cara yang kedua yaitu dengan pengawasan. Pengawasan juga diperlukan dalam hal ini. Pengawasan dapat dilakukan oleh orang rumah dan sekolah. Akan tetapi bukan jenis pengawasan yang berlebihan. Cara yang ketiga yaitu memberikan dukungan. Dukungan yang dapat diberikan tentu saja terhadap kegiatan positif mereka. Dengan beberapa cara tersebutlah kematangan berpikir atau kedewasaan berpikir bagi setiap siswa dapat terbentuk menurut pendapat saya. Dan perlu diingatkan lagi, pada dasarnya setiap siswa itu masih memiliki pengalaman dan pengetahuan minim jadi sebagai pihak yang yang bertanggung jawab mendidik dan membesarkan mereka, jangan pernah mengabaikan dan menyepelekan mereka. Sekian.

Kamis, 09 Maret 2017

Kontroversi penyakit jiwa, Gangguan identitas disosiatif (Gangguan kepribadian ganda)

https://www.scribd.com/document/341457532/Gangguan-Identitas-Disosiatif.

Makalah Psikologi pendidikan

Pengertian Psikologi Pendidikan
            Ilmu jiwa pendidikan yang lebih dikenal psikologi pendidikan terdiri dari 2 kata, yaitu “psikologi” dan “pendidikan”. Psikologi berasal dari kata Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu tentang jiwa ataw ilmu jiwa.[1]
            Pada dasarnya, psikologi menyentuh banyak bidang kehidupan diri organisme baik manusia maupun hewan. Psikologi dalam hal ini berhubungan dengan penyelidikan mengenai bagaiman dan mengapa organisme-organisme itu melakukan apa yang mereka lakukan.[2]
            Namun secara lebih khusus, psikologi lebih banyak dikaitkan dengan kehidupan manusia. Dalam hal ini, psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami prilaku manusia, alas an dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut berpikir dan berperasaan (Gleitman, 1986).[3]
Crow and Crow memberi batasan tentang psikologi sebagai berikut: psychology is the study of human behavior and human relationship. Dari batasan tersebut jelas bahwa yang dipelajari oleh psikologi ialah tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya, baik yang berupa manusia lain (human relationship) maupun yang bukan manusia seperti: hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya[4]. Batasan yang diberikan oleh Sartain berikut ini kiranya mudah kita mengerti: psychology is the scientific study of the behavior of living organism, with especial attention given to human behavior, artinya psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia.[5]





Umumnya para ilmuan membagi psikologi menjadi 2 golongan, yaitu:
a.       Psikologi Metafisika, yang menyelidiki hakikat jiwa seperti yang dilakukan oleh Plato dan Aristoteles.
b.      Psikologi Empiri, yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan melakukan pengamatan (observasi), percobaan atau eksperimen dan pengumpulan berbagai macam data yang ada hubungannya dengan gejala kejiwaan manusia.[6]
Adapun mengenai pendidikan, berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan “me", sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran[7]. Selanjutnya, pengertian “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peroses pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[8]
Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rese to), dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representative, pendidikan ialah the total process off developing human abilities and behaviors, drawing on almost all life’s experiences. Artinya seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilakuan-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.[9]
Selanjutnya, menurut Poerbakawatja dan Harahap (1981) pendidikan adalah:
Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dari segala perbuatannya orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya: guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala asrama, dan sebagainya.[10]
Secara sederhana dan praktis, Barlow mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai: sebuah pegetahuan berdasarkan riset psikologi yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas sebagai seorang guru dalam proses belajar-mengajar secara lebih efektif. Tekanan definisi ini secara lahiriyah hanya berkisar sekitar proses interaksi antar guru dan siswa dalam kelas. Sementara itu, Tardif (1987) mendefinisikan psikologi pendidikan adalah: “sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang prilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan”[11]. Sedangkan menurut  ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan efisiensi di dalam pendidikan.[12]
Selain definisi di atas, masih kita dapatkan pula definisi lain, seperti:
-          Menurut Drs. Sumadi Suryabrata: Ilmu jiwa pendidikan adalah pengetahuan ilmu jiwa mengenai anak didik di dalam situasi pendidikan.
-          Menurut Masrun, M.A dan Dra. Sri Mulyani Martaniyah: Ilmu jiwa pendidikan ialah ilmu yang memperbincangkan  segi-segi kejiwaan daripada lapangan pendidikan.
-          Menurut Alice Crow: Ilmu jiwa pendidikan ialah studi tentang belajar, pertumbuhan dan kematangan individu serta penerapan prinsip-prinsip ilmiah tentang reaksi manusia yang mempengaruhi mengajar dan belajar.[13]
Dari beberapa definisi yang tersebut diatas dapat dikemukakakan sebuah definisi sebagai berikut: “Psikologi Pendidikan adalah sebuah displin ilmu yang menyelidiki masalah-masalah psikologi (gejala-gejala kejiwaan yang terjadi dalam situasi pendidikan”.[14]


Objek Kajian Psikologi Pendidikan
Objek kajian psikologi pendidikan tanpa mengabaikan persoalan psikologi guru terletak pada peserta didik. Karena hakikat pendidikan adalah pelayanan khusus diperuntukkan bagi peserta didik. Oleh karena itu objek kajian psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu, tetapi lebih condong pada aspek psikologis peserta didik, khususnya ketika mereka terlibat dalam proses pembelajaran.

Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
Pada dasarnya Ilmu psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu, meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah laku mengajar (oleh guru), dan tingkah laku belajar mengajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi).
Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan tanpa mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Karena itu, ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan dalam proses belajar-mengajar.[15]
Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Pokok bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan lain sebagainya.
2.      Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa.
3.      Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.[16]
Sedangkan samuel smith mengemukakan pendapatnya mengenai pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan terbagi menjadi 16 macam, yaitu:
1)      Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology).
2)      Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).
3)      Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4)      Perkembangan siswa (growth).
5)      Proses-proses tingkah laku (behavior process).
6)      Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7)      Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning).
8)      Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theoris of learning).
9)      Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi (measurement: basic principles and definitions).
10)  Transfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters).
11)  Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12)  Ilmu statistik dasar (element of statistics).
13)  Kesehatan rohani (mental hygiene).
14)  Pendidikan membentuk watak (character educations).
15)  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary school subjects).
16)  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subjects).[17]
Keenam belas pokok bahasan diatas, konon telah dikupas oleh hampir semua ahli yang telah diselediki smith, walaupun porsi (jumlah bagian/jatah) yang diberikan dalam pengupasan tersebut tidak sama.[18]
Karena psikologi pendidikan merupakan ilmu yang memusatkan dirinya pada penemuan dan penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknit psikologi kedalam pendidikan, maka ruang lingkup psikologi pendidikan mencakup topik-topik psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan.[19]
Dari rangkaian pokok-pokok bahasan diatas, tampak sangat jelas bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan vital, (inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses pendidikan kegiatan belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini bermakna bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak terpulang kepada proses belajar siswa baik ketika ia berada di dalam kelas maupun diluar kelas.
Selanjutnya, walaupun masalah belajar merupakan pokok bahasan sentral dan vital, tidak berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh psikologi pendidikan. Masalah mengajar (teaching) dan proses belajar mengajar (teaching-learning process) seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga dibicarakan dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan. Betapa pentingnya masalah proses belajar mengajar tersebut, terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang secara khusus membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran antara guru dan siswa.[20]
Crow & Crow secara ekplisit mengemukakan psikologi pendidikan sebagai ilmu terapan berusaha untuk menerangkan masalah belajar menurut prinsip-prinsip dan fakta-fakta mengenai tingkah laku manusia yang telah ditentukan secara ilmiah.
Sejalan dengan pendapat di atas, Crow & Crow mengemukakan bahwa data yang dicoba didapatkan oleh psikologi pendidikan, yang demikian merupakan ruang lingkup psikologi pendidikan, antara lain adalah:’
a)      Sampai sejauh mana faktor-faktor pembawaan dan lingkungan berpengaruh terhadap belajar;
b)      Sifat-sitat dari proses belajar;
c)      Hubungan antara tingkat kematangan dengan kesiapan belajar;
d)     Signifikansi pendidikan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam kecepatan dan keterbatasan belajar;
e)      Perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama dalam belajar;
f)       Hubungan antara proseddur-prosedur mangajar dengan hasil  belajar;
g)      Teknik-teknik yang sangat efektif bagi penilaian kemajuan dalam belajar;
h)      Pengaruh/akibat relatif dari pendidikan formal dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar yang insidental dan informal terhadap suatu individu;
i)        Nilai/manfaat sikap ilmiah terhadap pendidikan bagi personil sekolah; dan
j)        Akibat/pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi sosiologis terhadap sikap pada siswa.[21]
Seluruh kegiatan interaksi pendidikan diciptakan bagi kepentingan siswa, yaitu membantu pengembangan semua potensi dan kecakapan yang dimiliki setinggi-tingginya. Sehubungan dengan hal itu maka hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan, potensi dan kecakapan, dinamika perilaku, serta kegiatan siswa terutama perilaku belajar menjadi kajian utama dalam psikologi pendidikan.
Guru sebagai orang pertama yang terlibat langsung dalam interaksi pendidikan dengan siswa, menduduki tempat selanjutnya dalam interaksi ini. Berbagai bentuk aktivitas mendidik, mengajar, melatih, dan membimbing yang dilakukan guru, tuntutan kemampuan profesional serta latar belakang sosial pribadi dari guru menjadi bahan studi selanjutnya dalam landasan psikologis pendidikan. Ketiga lingkungan pendidikan, yaitu sekolah yang terlibat langsung dalam interaksi pendidikan, keluarga yang memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan siswa, dan masyarakat yang walaupun tidak terlibat secara langsung dalam interaksi belajar-mengajar di sekolah tetapi mempunyai peranan penting cukup besar, jugs menjadi lingkup kajian psikologi pendidikan.


Peranan Psikologi Pendidikan Dalam Dunia Pendidikan
   Perkemabangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat (termasuk dalam ilmu Kependidikan), menuntut manusia untuk mengolah segala potensi yang dimilikinya agar tidak ketinggalan kereta, lewat pengkajian dan penelitian ilmiah, khususnya psikologi pendidikan yang berusaha untuk menelaah berbagai hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar manusia dari sejak lahir sampai usia lanjut terutama bagaimana iklim yang mempengaruhi proses perjalanan belajar mengajar.
Setiap manusia pasti melakukan perbuatan atau pekerjaan mengajar, bahkan mereka punya bakat untuk mendidik yang tidak mesti harus bersekolah di pihak lain, dalam kehidupan ini cukup banyak orang dapat dikatakan terdidik, namun sedikit pula diantara mereka itu yang memiliki, penegetahuan yang jelas tentang bagaimana menjalani pendidikannya sehingga berhasil sukses seperti yang diharapkan.
Banyak sekali keinginan manusia untuk menjadi guru, atau paling tidak menggurui, akan tetapi mereka tak tahu bagaimana proses pendidikan yang berhasil. Untuk menjelaskan persoalan di atas, maka sebagai solusinya mereka harus tahu cara mengajar yang baik dan berhasil, mereka harus tahu kondisi para anak yang dididiknya baik menyangkut persoalan warisan (bawaan) maupun yang terkait dengan pengaruh-pengaruh lingkungan social sekitar, demikian kata Withrington.[22]
Terkait dengan kondisi belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka akan sangat tergantung dan dipengaruhi oleh iklim belajar itu sendiri (learning climate), yang didalamnya tercakup berbagai hal seperti, : keadaan fisik,situasi social, kondisi ekonomi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, persoalan kondisi mental peserta pendidik, seperti : minat, bakat, sikap, nilai-nilai, sifat personalitasnya, berbagai kemampuan dan sebagainya perlu dianalisa dan dipahami secara baik.
Semua kondisi diatas sangat berhubungan dengan keberadaan psikologi pendidikan dalam dunia pendidikan, yakni bertugas atau berperan untuk memberikan wacana-wacana solusi terbaik bagi keberagaman persoalan yang muncul dalam suasana proses belajar mengajar.
            Disamping itu, pemahaman-pemahaman kita terhadap fenomena yang muncul kepermukaan itu, baik terkait dengan definisi, hakikat dan tujuan dari psikologi pendidikan serta pengalaman kita sehari-hari dalam realitas sosial khususnya dalam mengaplikasikan pengajaran (sebagai guru), maka kita dapat meremuskan secara ringkas tentang peranan (tugas) psikologi pendidikan sebagai berikut:
1.   Psikologi pendidikan akan berperan dalam mempersiapkan para guru (calon) guru yang propesional yang berkompetensi dalam bekajar dan mengajar.
2.  Psikologi pendidikan mempengaruhi perkembangan, perbaikan dan penyempurnaan kurikukum sekolah sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan sebagai pedoman bagi para guru dalam membimbing proses belajar mengajar para siswa nya yang memadai.
3.  Psikologi pendidikan dapat memperngaruhi ide dan pelaksanaan admisnistratif dan supervisi pendidikan yang akan dilaksanakan oleh para pimpinan dan pemilik sekolah dalam mengelola kelancaran proses pendidikan di sekolah seiring dengan tuntutan kurikulum yang berlaku
4. Psikologi pendidikan mencoba mengarahkan guru fan calon guru untuk tahu mengapa suatu hal tertentu itu terjadi, bagaimana problem solving nya dan juga diharuskan mengetahui aktivitas-aktivita yang di anggap penting bagi pendidikan.[23]
Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si. [24]mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.

Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam:[25]
1.    Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
2.  Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
3.   Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu :[26]
1.    Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology)
2.    Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3.    Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4.    Perkembangan siswa (growth).
5.    Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
6.    Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7.    Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning)
8.    Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
9.    Pengukuran, yakni prinsip-prinsip  dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and definitions).
10.    Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
11.    Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12.    Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13.    Kesehatan rohani (mental hygiene).
14.    Pendidikan membentuk watak (character education).
15.    Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
16.    Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah [27]mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Secara Tepat
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.

2. Memilih Strategi atau Metode Pembelajaran yang Sesuai
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan Bimbingan atau Bahkan Memberikan Konseling
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan Memotivasi Belajar Peserta Didik
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6. Berinteraksi Secara Tepat Dengan Siswanya
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.








Kontribusi Psikologi Dalam Dunia Pendidikan  
1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik. [28]
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.[29] Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek: (1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) pengalaman belajar siswa; (3) hasil belajar (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa
2.  Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses  pembelajaran .
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni:[30]
  1. Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
  2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
  3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
  4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
  5. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
  6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
  7. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
  8. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
  9. Untuk belajar diperlukan wawasan. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
  10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
  11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
  12. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
  13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.

3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu. Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal. Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.[31]

Bentuk-bentuk gejala jiwa
1.   Penginderaan adalah penyaksian indera kita atas rangsangan yang merupakan suatu kompleks (suatu kesatuan yang kabur, tidak jelas).
2.   Pengamatan adalah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera.
3.   Tanggapan ialah bekas atau gambaran dari sesuatu pengamatan, yang tinggal dalam lubuk jiwa kita sehingga boleh disebut gambaran ingatan
4.   Asosiasi adalah dikeluarkannya tanggapan dari bagian ketidak sadaran kita kebahagiaan sadar kita, ketika mengingat kembali suatu yang telah kita amati dan kita alami. Asosiasi seterusnya kita pakai dalam arti perhubungan dan pertautan.
5.   Reproduksi ialah penjelmaan, penimbulan kembali sesuatu yang telah kita alami,Reproduksi dapat terjadi dengan sengaja tetapi dapat juga terjadi tidak dengan sengaja. Reproduksi dapat juga terjadi pengaruh dari luar.
6.   Appersepsi adalah peristiwa penyadaran akan perangsang baik itu perangsang baru maupun perangsang lama yang sudah menjadi tanggapan.
7.   Ingatan ialah kemampuan untuk mencamkan menyimpan dan mereprodusir  kembali isi kesadaran. 
8.   Fantasi adalah kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan yang sudah ada (dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.
9.   Berpikir ialah kemampuan meltakan hubungan dari bagian-bagian pengetahuan kita.
10.Intelek (akal budi) atau intelegensi adalah kemampuan untuk eletakan hubungan-hubungan dari proses berpikir.
11.Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas.
Perbedaan Individu
Diantara berbagai perbedaan individual yang dimiliki anak didik, akan dibahas beberapa aspek perbedaan yaitu: biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan perbedaan individual lainnya.[32]
a.       Perbedaan Biologis
Perbedaan anak didik dalam aspek biologis ini tidak bisa dianggap tidak penting. Kesehatan anak didik adalah aspek lain yang mendapat perhatian dalam hal ini. Aspek biologis yang terkait langsung dengan penerimaan pelajaran dikelas adalah kesehatan mata dan telinga. Anak didik yang memiliki masalah tertentu dalam penglihatan dan pendengarannya akan mengalami masalah tersendiri dalam menerima pelajaran. Perbedaan biologis anak didik secara umum terkadang menimbulkan perlakuan yang berbeda dari pendidik atau guru. Sebagian guru memasukkan unsur biologis dalam penilaiannya terhadap siswa.
b.      Perbedaan Psikologis
Perbedaan psikologis pada siswa mencakup perbedaan dalam minat, motivasi dan kepribadian. Ketiga faktor psikologis ini berkorelasi positif dengan hasil belajar yang dicapai. Seperti yang diketahui, para siswa memiliki perbedaan dalam minat, motivasi maupun kepribadiannya. Dalam segi minat, kenyataannya sebagian siswa ada yang memiliki minat yang tinggi pada suatu pelajaran, sehingga merasa tertarik dengan pelajaran tersebut. Dari segi motivasi sebagian siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga mereka sangat aktif dalam melakukan aktivitas belajar. Sementara dari segi kepribadian, ada siswa berkepribadian terbuka dan ada pula yang memiliki kepribadian tertutup.
c.       Perbedaan Intelegensi
Perbedaan intelegensi ini terutama berkaitan dengan perolehan belajar. Menurut Ackerman, proses perolehan belajar ini tersusun dari tiga fase yang masing-masing membutuhkan kemampuan intelektual yang berbeda-beda, yaitu fase koognitif, asosiatif, dan otonomi. Fase koognitif melibatkan pemahaman tentang tuntutan tugas seperti aturan dan tujuan tugas, strategi yang tepat dan sebagainya. Pada fase asosiatif, pembelajar menempatkan secara bersama urutan koognitif yang tepat dan proses motorik yang dituntut untuk melaksabakan tugas. Selama fase otonomi, hasil belajar yang diperoleh harus dapat diotomatisasi dan dilaksanakan dengan baik.
d.      Perbedaan Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkebang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama, maka lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang., dalam arti ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.[33]  Sudah menjadi asumsi umum bahwa seseorang akan lebih berhasil jika ia belajar dalam bidang yang sesuai dengan bakatnya. Sayangnya, mengenal bakat seseorang itu, bukanlah hal yang mudah. Untuk mengenal bakat harus menggunakan apa yang dinamakan sebagai tes bakat. Tes bakat adalah tes yang dirancang untuk memprediksi potensi belajar selanjutnya dan untuk mengukur kemampuan umum yang dikembangkan dalam jangka waktu yang lama.
e.       Perbedaan Individual lainnya
Perbedaan individual lain yang banyak diteliti oleh para ahli adalah:[34]
·         Perbedaan Gender
Istilah jenis kelamin dan gender sering dipertukarkan dan dianggap sama. Jenis kelamin merujuk kepada perbedaan biologis dari laki-laki dan perempuan, sementara gender merupakan aspek psikososial dari laki-laki dan perempuan berupa perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun secara sosial budaya. Perbedaan gender termasuk dalam hal peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat, dan atribut lain yang menjelaskan arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan dalam kebudayaan yang ada.
·         Perbedaan Budaya
Merupakan pikiran, akal budi, hasil karya manusia, atau dapat juga didefinisikan sebagai adat istiadat. Adanya nilai-nilai dalam masyarkat memberitahu pada anggotanya tentang apa yang baik dan atau penting dalam masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut terjabarkan dalam suatu norma-norma. Norma masing-masing masyarakat berbeda, maka perilaku yang muncul dari anggota masing-masing masyarakat berbeda satu dengan lainnya.
·         Perbedaan Kondisi Sosial Ekonomi
Meliputi tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan orang tua. Tingkat orang tua berbeda satu dengan lainnya. Meskipun tidak mutlak tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi sikap orang tua terhadap pendidikan anak serta tingkat aspirasinya terhadap pendidikan anak. Demikian juga dengan pekerjaan dan penghasilan orang tua yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan membawa implikasi pada berbedanya aspirasi orang tua terhadap pendidikan anak, aspirasi anak terhadap pendidikannya, fasilitas yang diberikan pada anak dan mungkin waktu disediakan untuk mendidik anak-anaknya. Demikian juga perbedaan status ekonomi dapat membawa implikasi salah satunya pada perbedaan pola gizi yang diterapkan dalam keluarga.[35]

Aplikasi Keragaman Individu Dalam Pendidikan
Adapun aplikasi keragaman individu dalam pendidikan dapat diterapkan dengan cara sebagai berikut:
1. Menggunakan pendekatan pembelajaran fleksibel disertai penggunaan multimedia dan  multi metode.
2. Memahami pilihan gaya belajar siswa kemudian menyediakan lingkungan belajar yang mendukung gaya belajar mereka.
3. Memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang menggabungkan pilihan cara belajar siswa, menggunakan metode mangajar, insentif, alat, dan situasi yang direncanakan sesuai dengan pilihan siswa.
4. Gunakan kombinasi cooperative learning, pembelajaran individual, dan pembelajaran kelompok, atau antara aktifitas-aktifitas belajar yang berpusat pada guru dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
5. Berikan waktu yang cukup untuk memproses dan memahami informasi.
6.Gunakan alat-alat multi sensory untuk memproses, mempraktekkan dan memperoleh informasi.



HAKIKAT BELAJAR       
Pada esensinya, belajar dilakukan oleh semua makhluk hidup. Untuk manusia belajar adalah proses untuk mencapai kemampuan keterampilan serta sikap. Mulai dari bayi hingga remaja seseorang akan terus belajar. Ketika dewasa, diharapkan individu akan mahir dengan tugas-tugas kerja tertentu serta keterampilan fungsional yang lain.
Hakikat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara sadar dan terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas dan pengalaman guna memperoleh pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku yang lebih baik.perubahan tersebut bisa dtunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan dalam hal pemahaman, pengetahuan, perubahan sikap, tingkah laku dan daya penerimaan.
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk mendapatkan suatu perubahan yang baru sebagai akibat pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Hubungan belajar dengan perubahan tingkah laku terhadap suatu situasi tertentu yang berulang-ulang dalam suatu situasi. Dari pengertian tersebut maka dapat diartikan bahwa hakikat belajar adalah perubahan dan meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus.
Faktor-faktor belajar dari segi faktor psikologis yaitu kecerdasan dan bakat, motivasi, perhatian dan ingatan. Belajar adalah proses untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal dari kecerdasan yang dimiliki. Murid akan terdorong untuk belajar jika ada motivasi tertentu. teori belajar psikologi behavioristik, kognitif, dan humanistik.[36]

TEORI BELAJAR PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK, KOGNITIF, DAN HUMANISTIK
1.         Psikologi Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajaryang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut[37].
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati.

2.      Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Psikologi kognitif juga di sebut sikologi pemrosesan informasi. Tingkah laku seseorang di dasarkan pada tindakan mengenal/memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah pikiran, keyakinan dan image-image internal yng dimiliki seseorang tentang peristiwa-peristiwa didalam hidupnya. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan.
Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitif  lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

3.      Psikologi Humanistik

Psikologi humanistik berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan prilakunya. Jika dalam dunia pendidikan, para pendidik harus membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.[38]

Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapatmempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan faktor psikologis.
1.    Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
v  Pertama,keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
v  Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
2.  Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian. Sedangkan Evaluasi menurut Suharsimi Arikunto adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.[39] Nurgiyantoro menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang bersinonim dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan dibicarakan. Dengan demikian, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya diandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran adalah proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secara sitematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

 Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Ada beberapa fungsi dalam evaluasi belajar :
1.            Fungsi Evaluasi
Fungsi evaluasi pembelajaran sangat diperlukan dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk :
a)        Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
b)       Memberikan petunjuk tentang sejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai.
c)        Membuat kebijaksanaan dan keputusan.
d)       Menilai hasil yang dicapai para belajar.
e)        Memperbaiki materi dan program pendidikan.

2.            Tujuan Evaluasi
Tujuan umum evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik setelah meraka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.[40] Serta menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemejuan, taraf perkembangan, taraf pencapaian kegiatan belajar peserta didik.
Tujuan khusus evaluasi pembelajaran adalah :
a)      Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
b)      Untuk mencari dan menemukan faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidiakan sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.
c)      Untuk mengetahui kemajuan hasil belajar peserta didik.
d)     Mengetahui potensi yang dimiliki siswa.
e)      Mengetahui hasil belajar siswa
f)       Mengadakan seleksi.
g)      Mengetahui kelemahan atau kesulitan belajar siswa
h)      Memberikan bantuan pemilihan jursan
i)        Memberikan motivasi belajar
j)        Mengetahui efektifitas guru
k)      Mengetahui efisiensi mengajar guru
l)        Memberikan bukti untuk laporan kepada orang tua atau masyarakat.






[1] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), h. 1
[2] Ibid, h. 2
[3] Ibid, h. 2
[4] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 2
[5] Ibid, h. 2
[6] M. Dalyono, Psikologi…, h. 3
[7] Agus Sujanto, Psikologi Umum, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h.1
[8] Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991,  h.  232.
[9] M. Dalyono, Psikologi…, h. 4-5
[10] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 11
[11] M. Dalyono, Psikologi…, h. 7
[12] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2003), h. 7
[13] M. Dalyono, Psikologi…, h. 8
[14] Ibid, h. 8

[15] Ibid, h. 13
[16] Ibid, h. 13
[17] Ibid, h. 13-14
[18] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan …. h. 25
[19]M. Dalyono, Psikologi…, h. 15
[20] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan …. h. 26
[21] Ngalim Purwanto, Psikologi…,h. 10-11
[22] M.Buchori, Psikologi Pendidikan,hal. 29
[23] Safwan Amin, Pengantar Psikologi Pendidikan,(Banda Aceh, 2005). hal. 28-29
[24] Alex Subor, Psikologi Umum,hal. 31
[25]Syamsudin Abin, Makmun, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya,1999)hal.45
[26] Ibid, hal. 52
[27] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,(Bandung Remaja Rosda Karya , 2003,)
[28] Syamsudin Abin, Makmun, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya,1999)hal. 67
[29] Ahmadi, dkk, Psikologi Belajar. (PT. Rineka Cipta : Jakarta 2004), hal. 48
[30] Ibid, hal. 55-57
[31] Sumadi,Suryabata,Psikologi Pendidikan,(Jakarta:Raja Gravindo Persada 2004)hal. 34
[32] Nyayu Khodijah .Psikologi Pendidikan. (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2014), h.164.
[33] Sugihartono,  Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Press. 2007). h . 156
[34] Nyayu Khodijah. Psikologi Pendidikan. h. 169
[35] A.Ahmadi. Psikologi Belajar. (Bndung: Rineka Cipta. 1991).  h .87
[36] H, Djali. Psikologi Pendidikan ( Bumi Aksara, Jakarta), 2007, hal. 25

[37] Ibid
                                          


[38] Sudjana, Nana. Teori-Teori Belajar untuk Pengajaran (Jakarta: Universitas Indonesia Press.1989.), hal. 78

[39] Arikunto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung : CV. Yrama Widya
[40] Dimyati,Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :