Pengertian Psikologi Pendidikan
Ilmu jiwa
pendidikan yang lebih dikenal psikologi pendidikan terdiri dari 2 kata, yaitu
“psikologi” dan “pendidikan”. Psikologi berasal dari kata Yunani, yaitu psyche
yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah
psikologi berarti ilmu tentang jiwa ataw ilmu jiwa.[1]
Pada dasarnya,
psikologi menyentuh banyak bidang kehidupan diri organisme baik manusia maupun
hewan. Psikologi dalam hal ini berhubungan dengan penyelidikan mengenai
bagaiman dan mengapa organisme-organisme itu melakukan apa yang mereka lakukan.[2]
Namun secara lebih
khusus, psikologi lebih banyak dikaitkan dengan kehidupan manusia. Dalam hal
ini, psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami
prilaku manusia, alas an dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami
bagaimana makhluk tersebut berpikir dan berperasaan (Gleitman, 1986).[3]
Crow and Crow memberi batasan tentang psikologi sebagai berikut: psychology
is the study of human behavior and human relationship. Dari batasan
tersebut jelas bahwa yang dipelajari oleh psikologi ialah tingkah laku manusia,
yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya, baik yang berupa manusia lain (human
relationship) maupun yang bukan manusia seperti: hewan, iklim, kebudayaan,
dan sebagainya[4].
Batasan yang diberikan oleh Sartain berikut ini kiranya mudah kita mengerti: psychology
is the scientific study of the behavior of living organism, with especial
attention given to human behavior, artinya psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia.[5]
Umumnya para ilmuan membagi psikologi menjadi 2 golongan, yaitu:
a.
Psikologi
Metafisika, yang menyelidiki hakikat jiwa seperti yang dilakukan oleh Plato dan
Aristoteles.
b. Psikologi Empiri, yang menyelidiki
gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan melakukan pengamatan
(observasi), percobaan atau eksperimen dan pengumpulan berbagai macam data yang
ada hubungannya dengan gejala kejiwaan manusia.[6]
Adapun mengenai pendidikan, berasal dari kata “didik”, lalu kata
ini mendapat awalan “me", sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara
dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya
ajaran, tuntutan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran[7].
Selanjutnya, pengertian “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah peroses pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau kelompok dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[8]
Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata
educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rese to),
dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam pengertian yang sempit,
education atau pendidikan berarti perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Dalam
pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses
dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman,
dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang
luas dan representative, pendidikan ialah the total process off developing
human abilities and behaviors, drawing on almost all life’s experiences.
Artinya seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan
perilakuan-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh
pengalaman kehidupan.[9]
Selanjutnya, menurut Poerbakawatja dan Harahap (1981) pendidikan
adalah:
Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya
meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan
tanggung jawab moral dari segala perbuatannya orang dewasa itu adalah orang tua
si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban
untuk mendidik, misalnya: guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan
keagamaan, kepala-kepala asrama, dan sebagainya.[10]
Secara sederhana dan praktis, Barlow
mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai: sebuah pegetahuan berdasarkan
riset psikologi yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda
melaksanakan tugas sebagai seorang guru dalam proses belajar-mengajar secara
lebih efektif. Tekanan
definisi ini secara lahiriyah hanya berkisar sekitar proses interaksi antar
guru dan siswa dalam kelas. Sementara itu, Tardif (1987) mendefinisikan
psikologi pendidikan adalah: “sebuah bidang studi yang berhubungan dengan
penerapan pengetahuan tentang prilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan”[11].
Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan
adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan
penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk
meningkatkan efisiensi di dalam pendidikan.[12]
Selain definisi di atas, masih kita dapatkan pula definisi lain,
seperti:
-
Menurut Drs.
Sumadi Suryabrata: Ilmu jiwa pendidikan adalah pengetahuan ilmu jiwa mengenai
anak didik di dalam situasi pendidikan.
-
Menurut Masrun,
M.A dan Dra. Sri Mulyani Martaniyah: Ilmu jiwa pendidikan ialah ilmu yang
memperbincangkan segi-segi kejiwaan
daripada lapangan pendidikan.
-
Menurut Alice
Crow: Ilmu jiwa pendidikan ialah studi tentang belajar, pertumbuhan dan
kematangan individu serta penerapan prinsip-prinsip ilmiah tentang reaksi
manusia yang mempengaruhi mengajar dan belajar.[13]
Dari beberapa definisi yang tersebut diatas dapat dikemukakakan
sebuah definisi sebagai berikut: “Psikologi Pendidikan adalah sebuah displin
ilmu yang menyelidiki masalah-masalah psikologi (gejala-gejala kejiwaan yang
terjadi dalam situasi pendidikan”.[14]
Objek Kajian Psikologi Pendidikan
Objek kajian psikologi pendidikan tanpa mengabaikan persoalan
psikologi guru terletak pada peserta didik. Karena hakikat pendidikan adalah
pelayanan khusus diperuntukkan bagi peserta didik. Oleh karena itu objek kajian
psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu,
tetapi lebih condong pada aspek psikologis peserta didik, khususnya ketika
mereka terlibat dalam proses pembelajaran.
Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
Pada dasarnya Ilmu psikologi pendidikan adalah
sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas
seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu,
meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah laku mengajar (oleh guru),
dan tingkah laku belajar mengajar (oleh guru dan siswa yang saling
berinteraksi).
Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan tanpa
mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada
hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Karena itu,
ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi
pendidikan sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya
ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan dalam proses belajar-mengajar.[15]
Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan
psikologi pendidikan menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Pokok bahasan
mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri
khas perilaku belajar siswa, dan lain sebagainya.
2.
Pokok bahasan
mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi
dalam kegiatan belajar siswa.
3.
Pokok bahasan
mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat
fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.[16]
Sedangkan samuel smith mengemukakan pendapatnya mengenai
pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan terbagi menjadi 16 macam, yaitu:
1)
Pengetahuan
tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology).
2)
Hereditas atau
karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).
3)
Lingkungan yang
bersifat fisik (physical structure).
4)
Perkembangan
siswa (growth).
5)
Proses-proses
tingkah laku (behavior process).
6)
Hakikat dan
ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7)
Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning).
8)
Hukum-hukum dan
teori-teori belajar (laws and theoris of learning).
9)
Pengukuran,
yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi (measurement:
basic principles and definitions).
10)
Transfer
belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters).
11)
Sudut-sudut
pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12)
Ilmu statistik
dasar (element of statistics).
13)
Kesehatan
rohani (mental hygiene).
14)
Pendidikan
membentuk watak (character educations).
15)
Pengetahuan
psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary
school subjects).
16)
Pengetahuan
psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary
school subjects).[17]
Keenam belas pokok bahasan diatas, konon telah dikupas oleh hampir
semua ahli yang telah diselediki smith, walaupun porsi (jumlah bagian/jatah)
yang diberikan dalam pengupasan tersebut tidak sama.[18]
Karena psikologi pendidikan merupakan ilmu yang memusatkan dirinya
pada penemuan dan penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknit psikologi kedalam
pendidikan, maka ruang lingkup psikologi pendidikan mencakup topik-topik
psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan.[19]
Dari rangkaian pokok-pokok bahasan diatas, tampak sangat jelas
bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan
vital, (inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses
pendidikan kegiatan belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini
bermakna bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak terpulang
kepada proses belajar siswa baik ketika ia berada di dalam kelas maupun diluar
kelas.
Selanjutnya, walaupun masalah belajar merupakan pokok bahasan
sentral dan vital, tidak berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh
psikologi pendidikan. Masalah mengajar (teaching) dan proses belajar mengajar
(teaching-learning process) seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga
dibicarakan dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan.
Betapa pentingnya masalah proses belajar mengajar tersebut, terbukti dengan
banyaknya penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang
secara khusus membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran
antara guru dan siswa.[20]
Crow & Crow
secara ekplisit mengemukakan psikologi pendidikan sebagai ilmu terapan berusaha
untuk menerangkan masalah belajar menurut prinsip-prinsip dan fakta-fakta
mengenai tingkah laku manusia yang telah ditentukan secara ilmiah.
Sejalan dengan pendapat di atas, Crow & Crow mengemukakan bahwa data yang dicoba didapatkan oleh psikologi pendidikan, yang demikian merupakan ruang lingkup psikologi pendidikan, antara lain adalah:’
Sejalan dengan pendapat di atas, Crow & Crow mengemukakan bahwa data yang dicoba didapatkan oleh psikologi pendidikan, yang demikian merupakan ruang lingkup psikologi pendidikan, antara lain adalah:’
a)
Sampai sejauh mana faktor-faktor pembawaan dan
lingkungan berpengaruh terhadap belajar;
b)
Sifat-sitat dari proses belajar;
c)
Hubungan antara tingkat kematangan dengan
kesiapan belajar;
d)
Signifikansi pendidikan terhadap
perbedaan-perbedaan individual dalam kecepatan dan keterbatasan belajar;
e)
Perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama
dalam belajar;
f)
Hubungan antara proseddur-prosedur mangajar
dengan hasil belajar;
g)
Teknik-teknik yang sangat efektif bagi
penilaian kemajuan dalam belajar;
h)
Pengaruh/akibat relatif dari pendidikan formal
dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar yang insidental dan informal
terhadap suatu individu;
i)
Nilai/manfaat sikap ilmiah terhadap pendidikan
bagi personil sekolah; dan
j)
Akibat/pengaruh psikologis yang ditimbulkan
oleh kondisi-kondisi sosiologis terhadap sikap pada siswa.[21]
Seluruh
kegiatan interaksi pendidikan diciptakan bagi kepentingan siswa, yaitu membantu
pengembangan semua potensi dan kecakapan yang dimiliki setinggi-tingginya.
Sehubungan dengan hal itu maka hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan,
potensi dan kecakapan, dinamika perilaku, serta kegiatan siswa terutama
perilaku belajar menjadi kajian utama dalam psikologi pendidikan.
Guru sebagai
orang pertama yang terlibat langsung dalam interaksi pendidikan dengan siswa,
menduduki tempat selanjutnya dalam interaksi ini. Berbagai bentuk aktivitas
mendidik, mengajar, melatih, dan membimbing yang dilakukan guru, tuntutan
kemampuan profesional serta latar belakang sosial pribadi dari guru menjadi
bahan studi selanjutnya dalam landasan psikologis pendidikan. Ketiga lingkungan
pendidikan, yaitu sekolah yang terlibat langsung dalam interaksi pendidikan,
keluarga yang memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan siswa, dan
masyarakat yang walaupun tidak terlibat secara langsung dalam interaksi
belajar-mengajar di sekolah tetapi mempunyai peranan penting cukup besar, jugs
menjadi lingkup kajian psikologi pendidikan.
Peranan Psikologi
Pendidikan Dalam Dunia Pendidikan
Perkemabangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat (termasuk
dalam ilmu Kependidikan), menuntut manusia untuk mengolah segala potensi yang
dimilikinya agar tidak ketinggalan kereta, lewat pengkajian dan penelitian
ilmiah, khususnya psikologi pendidikan yang berusaha untuk menelaah berbagai
hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar manusia dari sejak lahir
sampai usia lanjut terutama bagaimana iklim yang mempengaruhi proses perjalanan
belajar mengajar.
Setiap manusia pasti melakukan perbuatan atau pekerjaan mengajar, bahkan
mereka punya bakat untuk mendidik yang tidak mesti harus bersekolah di pihak
lain, dalam kehidupan ini cukup banyak orang dapat dikatakan terdidik, namun
sedikit pula diantara mereka itu yang memiliki, penegetahuan yang jelas tentang
bagaimana menjalani pendidikannya sehingga berhasil sukses seperti yang
diharapkan.
Banyak sekali keinginan manusia untuk menjadi guru, atau paling tidak
menggurui, akan tetapi mereka tak tahu bagaimana proses pendidikan yang
berhasil. Untuk menjelaskan persoalan di atas, maka sebagai solusinya mereka
harus tahu cara mengajar yang baik dan berhasil, mereka harus tahu kondisi para
anak yang dididiknya baik menyangkut persoalan warisan (bawaan) maupun yang
terkait dengan pengaruh-pengaruh lingkungan social sekitar, demikian kata
Withrington.[22]
Terkait dengan kondisi belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka akan
sangat tergantung dan dipengaruhi oleh iklim belajar itu sendiri (learning
climate), yang didalamnya tercakup berbagai hal seperti, : keadaan
fisik,situasi social, kondisi ekonomi keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Selain itu, persoalan kondisi mental peserta pendidik, seperti : minat, bakat,
sikap, nilai-nilai, sifat personalitasnya, berbagai kemampuan dan sebagainya
perlu dianalisa dan dipahami secara baik.
Semua kondisi diatas sangat berhubungan dengan keberadaan psikologi pendidikan
dalam dunia pendidikan, yakni bertugas atau berperan untuk memberikan
wacana-wacana solusi terbaik bagi keberagaman persoalan yang muncul dalam
suasana proses belajar mengajar.
Disamping itu, pemahaman-pemahaman kita terhadap fenomena yang muncul
kepermukaan itu, baik terkait dengan definisi, hakikat dan tujuan dari
psikologi pendidikan serta pengalaman kita sehari-hari dalam realitas sosial
khususnya dalam mengaplikasikan pengajaran (sebagai guru), maka kita dapat
meremuskan secara ringkas tentang peranan (tugas) psikologi pendidikan sebagai
berikut:
1. Psikologi pendidikan
akan berperan dalam mempersiapkan para guru (calon) guru yang propesional yang
berkompetensi dalam bekajar dan mengajar.
2. Psikologi pendidikan
mempengaruhi perkembangan, perbaikan dan penyempurnaan kurikukum sekolah sesuai
dengan tuntutan perkembangan pendidikan sebagai pedoman bagi para guru dalam
membimbing proses belajar mengajar para siswa nya yang memadai.
3. Psikologi pendidikan
dapat memperngaruhi ide dan pelaksanaan admisnistratif dan supervisi pendidikan
yang akan dilaksanakan oleh para pimpinan dan pemilik sekolah dalam mengelola
kelancaran proses pendidikan di sekolah seiring dengan tuntutan kurikulum yang
berlaku
4. Psikologi pendidikan
mencoba mengarahkan guru fan calon guru untuk tahu mengapa suatu hal tertentu
itu terjadi, bagaimana problem solving nya dan juga diharuskan mengetahui
aktivitas-aktivita yang di anggap penting bagi pendidikan.[23]
Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si. [24]mendefinisikan
bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari
tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian
tentang proses belajar dan mengajar.
Secara garis besar,
umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam:[25]
1. Mengenai belajar, yang
meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta
didik dan sebagainya.
2. Mengenai proses
belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar
peserta didik dan sebagianya.
3. Mengenai situasi
belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non
fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas
dalam psikologi pendidikan, yaitu :[26]
1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational
psychology)
2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3. Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4. Perkembangan siswa (growth).
5. Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
6. Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7. Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning)
8. Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan
pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and definitions).
10. Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject
matters)
11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of
measurement).
12. Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13. Kesehatan rohani (mental hygiene).
14. Pendidikan membentuk watak (character education).
15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology
of secondary school subjects).
16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of
elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan
psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan
psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang
pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis
sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi
pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni
kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah [27]mengatakan
bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru
adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar
mengajar peserta didik”
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya,
tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun
perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta
didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya
secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi
pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan –
pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Secara Tepat
Dengan memahami
psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam
menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan
pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang
taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan
individu.
2. Memilih Strategi atau Metode Pembelajaran yang Sesuai
Dengan memahami
psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi
atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan
karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat
perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan Bimbingan atau Bahkan Memberikan Konseling
Tugas dan peran guru,
di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para
siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat
memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan
interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan Memotivasi Belajar Peserta Didik
Memfasilitasi artinya
berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti
bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya
memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya
perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya
guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator
maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif
Efektivitas
pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan
pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat
menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa
dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6. Berinteraksi Secara Tepat Dengan Siswanya
Pemahaman guru tentang
psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa
secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan
siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil
Pemahaman
guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan
penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian,
pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Kontribusi Psikologi
Dalam Dunia Pendidikan
1. Kontribusi Psikologi
Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum
pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam
konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai
pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap
bagaimana in put, proses dan out pendidikan dapat berjalan dengan tidak
mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik. [28]
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian,
kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan
keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat
kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta
karakterisktik-karakteristik individu lainnya.[29]
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap
individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik
dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum
yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada
intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus
memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian
psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek: (1) kemampuan siswa melakukan
sesuatu dalam berbagai konteks; (2) pengalaman belajar siswa; (3) hasil belajar
(learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa
2. Kontribusi
Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari
sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran,
seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning,
gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya.
Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori
tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan
yang signifikan dalam proses
pembelajaran .
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah
prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng
Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni:[30]
- Agar seorang benar-benar belajar, ia harus
mempunyai suatu tujuan
- Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan
dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
- Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam
kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga
baginya.
- Belajar itu harus terbukti dari perubahan
kelakuannya.
- Selain tujuan pokok yang hendak dicapai,
diperolehnya pula hasil sambilan.
- Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau
melakukan.
- Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak
hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis
dan sebagainya.
- Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari
orang lain.
- Untuk belajar diperlukan wawasan. Apa yang
dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal
fakta lepas secara verbalistis.
- Disamping mengejar tujuan belajar yang
sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
- Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi
sukses yang menyenangkan.
- Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus
didahului oleh pemahaman.
- Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan
hasrat untuk belajar.
3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan
guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian
psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam
pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama
setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat
kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah
tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi
seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude
Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui
pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses
pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan
individu yang optimal. Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi
pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.[31]
Bentuk-bentuk gejala jiwa
1. Penginderaan
adalah penyaksian indera kita atas rangsangan yang merupakan suatu kompleks
(suatu kesatuan yang kabur, tidak jelas).
2. Pengamatan
adalah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera.
3. Tanggapan
ialah bekas atau gambaran dari sesuatu pengamatan, yang tinggal dalam lubuk
jiwa kita sehingga boleh disebut gambaran ingatan
4. Asosiasi
adalah dikeluarkannya tanggapan dari bagian ketidak sadaran kita kebahagiaan
sadar kita, ketika mengingat kembali suatu yang telah kita amati dan kita
alami. Asosiasi seterusnya kita pakai dalam arti perhubungan dan pertautan.
5. Reproduksi
ialah penjelmaan, penimbulan kembali sesuatu yang telah kita alami,Reproduksi
dapat terjadi dengan sengaja tetapi dapat juga terjadi tidak dengan sengaja.
Reproduksi dapat juga terjadi pengaruh dari luar.
6. Appersepsi
adalah peristiwa penyadaran akan perangsang baik itu perangsang baru maupun
perangsang lama yang sudah menjadi tanggapan.
7. Ingatan
ialah kemampuan untuk mencamkan menyimpan dan mereprodusir kembali isi kesadaran.
8. Fantasi
adalah kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan yang sudah ada (dimiliki)
untuk menciptakan tanggapan baru.
9. Berpikir
ialah kemampuan meltakan hubungan dari bagian-bagian pengetahuan kita.
10.Intelek (akal budi) atau intelegensi adalah
kemampuan untuk eletakan hubungan-hubungan dari proses berpikir.
11.Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami
sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas.
Perbedaan Individu
Diantara
berbagai perbedaan individual yang dimiliki anak didik, akan dibahas beberapa
aspek perbedaan yaitu: biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan perbedaan
individual lainnya.[32]
a. Perbedaan
Biologis
Perbedaan
anak didik dalam aspek biologis ini tidak bisa dianggap tidak penting.
Kesehatan anak didik adalah aspek lain yang mendapat perhatian dalam hal ini. Aspek
biologis yang terkait langsung dengan penerimaan pelajaran dikelas adalah
kesehatan mata dan telinga. Anak didik yang memiliki masalah tertentu dalam
penglihatan dan pendengarannya akan mengalami masalah tersendiri dalam menerima
pelajaran. Perbedaan biologis anak didik secara umum terkadang menimbulkan
perlakuan yang berbeda dari pendidik atau guru. Sebagian guru memasukkan unsur
biologis dalam penilaiannya terhadap siswa.
b. Perbedaan
Psikologis
Perbedaan
psikologis pada siswa mencakup perbedaan dalam minat, motivasi dan kepribadian.
Ketiga faktor psikologis ini berkorelasi positif dengan hasil belajar yang
dicapai. Seperti yang diketahui, para siswa memiliki perbedaan dalam minat,
motivasi maupun kepribadiannya. Dalam segi minat, kenyataannya sebagian siswa
ada yang memiliki minat yang tinggi pada suatu pelajaran, sehingga merasa
tertarik dengan pelajaran tersebut. Dari segi motivasi sebagian siswa memiliki
motivasi belajar yang tinggi sehingga mereka sangat aktif dalam melakukan
aktivitas belajar. Sementara dari segi kepribadian, ada siswa berkepribadian
terbuka dan ada pula yang memiliki kepribadian tertutup.
c. Perbedaan
Intelegensi
Perbedaan
intelegensi ini terutama berkaitan dengan perolehan belajar. Menurut Ackerman,
proses perolehan belajar ini tersusun dari tiga fase yang masing-masing
membutuhkan kemampuan intelektual yang berbeda-beda, yaitu fase koognitif,
asosiatif, dan otonomi. Fase koognitif melibatkan pemahaman tentang tuntutan
tugas seperti aturan dan tujuan tugas, strategi yang tepat dan sebagainya. Pada
fase asosiatif, pembelajar menempatkan secara bersama urutan koognitif yang
tepat dan proses motorik yang dituntut untuk melaksabakan tugas. Selama fase
otonomi, hasil belajar yang diperoleh harus dapat diotomatisasi dan
dilaksanakan dengan baik.
d. Perbedaan
Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus
yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkebang dengan baik apabila
mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak
berkembang sama, maka lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang.,
dalam arti ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.[33] Sudah menjadi asumsi umum bahwa seseorang
akan lebih berhasil jika ia belajar dalam bidang yang sesuai dengan bakatnya.
Sayangnya, mengenal bakat seseorang itu, bukanlah hal yang mudah. Untuk
mengenal bakat harus menggunakan apa yang dinamakan sebagai tes bakat. Tes
bakat adalah tes yang dirancang untuk memprediksi potensi belajar selanjutnya
dan untuk mengukur kemampuan umum yang dikembangkan dalam jangka waktu yang
lama.
e.
Perbedaan Individual lainnya
Perbedaan
individual lain yang banyak diteliti oleh para ahli adalah:[34]
·
Perbedaan Gender
Istilah jenis kelamin dan gender sering
dipertukarkan dan dianggap sama. Jenis kelamin merujuk kepada perbedaan
biologis dari laki-laki dan perempuan, sementara gender merupakan aspek
psikososial dari laki-laki dan perempuan berupa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan yang dibangun secara sosial budaya. Perbedaan gender termasuk dalam
hal peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat, dan atribut lain yang
menjelaskan arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan dalam kebudayaan yang
ada.
·
Perbedaan Budaya
Merupakan
pikiran, akal budi, hasil karya manusia, atau dapat juga didefinisikan sebagai
adat istiadat. Adanya nilai-nilai dalam masyarkat memberitahu pada anggotanya
tentang apa yang baik dan atau penting dalam masyarakatnya. Nilai-nilai
tersebut terjabarkan dalam suatu norma-norma. Norma masing-masing masyarakat
berbeda, maka perilaku yang muncul dari anggota masing-masing masyarakat
berbeda satu dengan lainnya.
·
Perbedaan Kondisi Sosial Ekonomi
Meliputi
tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan orang tua.
Tingkat orang tua berbeda satu dengan lainnya. Meskipun tidak mutlak tingkat
pendidikan ini dapat mempengaruhi sikap orang tua terhadap pendidikan anak
serta tingkat aspirasinya terhadap pendidikan anak. Demikian juga dengan
pekerjaan dan penghasilan orang tua yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan
membawa implikasi pada berbedanya aspirasi orang tua terhadap pendidikan anak,
aspirasi anak terhadap pendidikannya, fasilitas yang diberikan pada anak dan
mungkin waktu disediakan untuk mendidik anak-anaknya. Demikian juga perbedaan
status ekonomi dapat membawa implikasi salah satunya pada perbedaan pola gizi
yang diterapkan dalam keluarga.[35]
Aplikasi Keragaman Individu Dalam Pendidikan
Adapun aplikasi keragaman individu
dalam pendidikan dapat diterapkan dengan cara sebagai berikut:
1. Menggunakan pendekatan pembelajaran fleksibel
disertai penggunaan multimedia dan multi
metode.
2. Memahami pilihan gaya belajar siswa kemudian
menyediakan lingkungan belajar yang mendukung gaya belajar mereka.
3. Memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang
menggabungkan pilihan cara belajar siswa, menggunakan metode mangajar,
insentif, alat, dan situasi yang direncanakan sesuai dengan pilihan siswa.
4. Gunakan kombinasi cooperative learning,
pembelajaran individual, dan pembelajaran kelompok, atau antara
aktifitas-aktifitas belajar yang berpusat pada guru dengan pembelajaran yang
berpusat pada siswa.
5. Berikan
waktu yang cukup untuk memproses dan memahami informasi.
6.Gunakan alat-alat multi sensory untuk memproses,
mempraktekkan dan memperoleh informasi.
HAKIKAT BELAJAR
Pada esensinya, belajar dilakukan oleh semua makhluk hidup. Untuk
manusia belajar adalah proses untuk mencapai kemampuan keterampilan serta
sikap. Mulai dari bayi hingga remaja seseorang akan terus belajar. Ketika
dewasa, diharapkan individu akan mahir dengan tugas-tugas kerja tertentu serta
keterampilan fungsional yang lain.
Hakikat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara sadar
dan terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas dan pengalaman guna
memperoleh pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku yang
lebih baik.perubahan tersebut bisa dtunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan dalam hal pemahaman, pengetahuan, perubahan sikap, tingkah laku dan
daya penerimaan.
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk mendapatkan
suatu perubahan yang baru sebagai akibat pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungan. Hubungan belajar dengan perubahan tingkah laku terhadap
suatu situasi tertentu yang berulang-ulang dalam suatu situasi. Dari pengertian
tersebut maka dapat diartikan bahwa hakikat belajar adalah perubahan dan
meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang terjadi akibat
melakukan interaksi terus menerus.
Faktor-faktor belajar dari segi faktor psikologis yaitu kecerdasan dan
bakat, motivasi, perhatian dan ingatan. Belajar adalah proses untuk membantu
individu mencapai perkembangan yang optimal dari kecerdasan yang dimiliki.
Murid akan terdorong untuk belajar jika ada motivasi tertentu. teori belajar psikologi
behavioristik, kognitif, dan humanistik.[36]
TEORI
BELAJAR PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK, KOGNITIF, DAN HUMANISTIK
1.
Psikologi Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang
menjadi aliran psikologi belajaryang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut[37].
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya
variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan
yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang
mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata
perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat
berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya
stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya
pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati.
2.
Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai
proses-proses mental atau pikiran. Bagaimana informasi diperoleh,
dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Psikologi kognitif
juga di sebut sikologi pemrosesan informasi. Tingkah laku seseorang di dasarkan
pada tindakan mengenal/memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses
belajar. Kognisi adalah pikiran, keyakinan dan image-image internal
yng dimiliki seseorang tentang peristiwa-peristiwa didalam hidupnya. Dengan
kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan.
Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar
itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
3.
Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir
secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya. Dalam
pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya
serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan
prilakunya. Jika dalam dunia pendidikan, para pendidik harus membantu
siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.[38]
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka
Faktor Internal
Faktor
internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
dapatmempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi
factor fisiologis dan faktor psikologis.
1.
Faktor fisiologis
Faktor-faktor
fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
v
Pertama,keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat
mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.
Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya
hasil belajar yang maksimal.
v
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar
berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi
hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik
akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
2.
Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang
dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama
mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan
bakat.
Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian. Sedangkan Evaluasi menurut
Suharsimi Arikunto adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.[39]
Nurgiyantoro menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar
pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang bersinonim
dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun ketiga
konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan dibicarakan.
Dengan demikian, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
diandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Fungsi utama
evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi
yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan
menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.
Pembelajaran
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang
berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat
internal.
Dari beberapa
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran adalah proses
mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secara sitematik
untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Fungsi dan Tujuan Evaluasi
Pembelajaran
Ada beberapa fungsi dalam evaluasi belajar :
1.
Fungsi Evaluasi
Fungsi evaluasi
pembelajaran sangat diperlukan dalam pendidikan antara lain memberi informasi
yang dipakai sebagai dasar untuk :
a)
Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha
(prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
b)
Memberikan petunjuk tentang sejauh manakah program
pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai.
c)
Membuat kebijaksanaan dan keputusan.
d)
Menilai hasil yang dicapai para belajar.
e)
Memperbaiki materi dan program pendidikan.
2.
Tujuan Evaluasi
Tujuan umum
evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan
dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang
dialami oleh para peserta didik setelah meraka mengikuti proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu.[40]
Serta menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf
kemejuan, taraf perkembangan, taraf pencapaian kegiatan belajar peserta didik.
Tujuan khusus evaluasi pembelajaran
adalah :
a) Untuk merangsang kegiatan peserta
didik dalam menempuh program pendidikan.
b) Untuk mencari dan menemukan faktor
penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti
program pendidiakan sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau
cara-cara perbaikannya.
c) Untuk mengetahui kemajuan hasil
belajar peserta didik.
d) Mengetahui potensi yang dimiliki
siswa.
e) Mengetahui hasil belajar siswa
f) Mengadakan seleksi.
g) Mengetahui kelemahan atau kesulitan
belajar siswa
h) Memberikan bantuan pemilihan jursan
i)
Memberikan
motivasi belajar
j)
Mengetahui
efektifitas guru
k) Mengetahui efisiensi mengajar guru
l)
Memberikan
bukti untuk laporan kepada orang tua atau masyarakat.
[1] M. Dalyono, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), h. 1
[2] Ibid, h.
2
[3] Ibid, h.
2
[4] Ngalim
Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 2
[6] M. Dalyono, Psikologi…,
h. 3
[7] Agus Sujanto, Psikologi Umum, ( Jakarta : Bumi Aksara,
2001), h.1
[8] Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1991, h. 232.
[9] M. Dalyono, Psikologi…,
h. 4-5
[10] Muhibbin Syah,
Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 11
[11] M. Dalyono, Psikologi…,
h. 7
[12] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: Remaja Rosdakarya. 2003), h. 7
[13] M. Dalyono, Psikologi…,
h. 8
[14] Ibid, h.
8
[15] Ibid, h.
13
[16] Ibid, h.
13
[17] Ibid, h.
13-14
[18] Muhibbin Syah,
Psikologi Pendidikan …. h. 25
[19]M. Dalyono, Psikologi…,
h. 15
[20] Muhibbin Syah,
Psikologi Pendidikan …. h. 26
[21] Ngalim
Purwanto, Psikologi…,h. 10-11
[22]
M.Buchori, Psikologi Pendidikan,hal.
29
[23]
Safwan Amin, Pengantar Psikologi
Pendidikan,(Banda Aceh, 2005). hal. 28-29
[24]
Alex Subor, Psikologi Umum,hal. 31
[25]Syamsudin
Abin, Makmun, Psikologi Pendidikan
(Bandung: Remaja Rosda Karya,1999)hal.45
[26]
Ibid, hal. 52
[27]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru,(Bandung Remaja Rosda Karya , 2003,)
[28]
Syamsudin Abin, Makmun, Psikologi
Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya,1999)hal. 67
[29]
Ahmadi, dkk, Psikologi Belajar. (PT.
Rineka Cipta : Jakarta 2004), hal. 48
[30]
Ibid, hal. 55-57
[31]
Sumadi,Suryabata,Psikologi Pendidikan,(Jakarta:Raja Gravindo Persada 2004)hal.
34
[32] Nyayu Khodijah .Psikologi
Pendidikan. (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2014), h.164.
[33] Sugihartono, Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Press.
2007). h . 156
[34] Nyayu Khodijah. Psikologi
Pendidikan. h. 169
[35] A.Ahmadi. Psikologi Belajar.
(Bndung: Rineka Cipta. 1991). h .87
[36] H,
Djali. Psikologi Pendidikan ( Bumi Aksara, Jakarta), 2007, hal. 25
[38] Sudjana,
Nana. Teori-Teori Belajar untuk Pengajaran (Jakarta: Universitas
Indonesia Press.1989.), hal. 78
[39] Arikunto.
2010. Belajar dan Mengajar. Bandung : CV. Yrama Widya
[40] Dimyati,Mudjiono.
2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar