Selasa, 15 November 2022

 Novel ringan.

 

Di ateuh rueng gunong kembeu  (Di atas gunung kembar)  

 

Pada mulanya Ikhwanul Hakim merasa bingung akan kenapa dalam hidup ini dirinya merasa begitu hampa, seperti udara yang berada disekitarnya dia merasa sangat kosong. Padahal cita-citanya yang telah susah payah dikejarnya sekarang ini sudah terpenuhi yakni menjadi seorang saudagar sukses yang menjelajah keberbagai belahan dunia dengan kapal sendiri.

Sebagai kapten sekaligus mandor dikapal layarnya ini dia memutar setir kemudi dengan linglung, sehingga kapalnya berjalan tanpa tujuan.

“Kapten sedang melamun lagi, ini sudah kesekian kalinya”

Bisik-bisik anak buah kapal diantara sesamanya.  Setelah berlayar beberapa hari diombang-ambing oleh badai dan ombak akhirnya meraka berlabuh juga di pelabuhan daratan orang kulit putih. Tinggal selama seminggu menjajakan lada, kapur barus, cengkeh dan  cendana dan wewangian membuat perdagangan mereka kali ini sukses, barang-barang yang mereka bawa sudah habis dan selama perjalanan pulang mereka singgah di beberapa pelabuhan guna membeli senjata dan meriam untuk dibawa pulang ke negeri Aceh.

Ikhwanul Hakim menyerahkan kemudi kepada nahkoda kapalnya, dia menaiki menara pemantau dan mengamati lautan dengan teropong selama beberapa jam.

“hhhh... kapten kita semakin lama semakin aneh saja” ucap Saleh, anak buah kapal yang bertugas untuk membersihkan geladak kapal.

 

Melihat dunia dengan begitu jelas, wawasan Ikhwanul Hakim bertambah luas, jiwanya bergejolak untuk memulai langkah yang baru guna memenuhi keinginan jiwanya. Setelah pulang kenegeri Aceh tersayangnya nanti. Dia berencana untuk mengembara didaratan dan menyerahkan kapal ini untuk dikelola oleh adikknya untuk sementara waktu hingga keinginan batinnya terpenuhi atau jika adikknya tidak ingin, dia akan menyerahkannya kepada teman seperjuangannya Hasbi Tayyib dan meminta uang sewa kapal, hahaha kekehnya geli.

Dari arah yang jauh, terlihat kapal lain yang berjalan kearahnya, kapal itu memiliki anak buah kapal yang banyak dan.. apa itu? Pedangkah? Mereka sedang menyiapkan pedang masing-masing!

Ikhwanul menurunkan teropongnya dan berbalik melihat anak buah kapalnya. “PEROMPAK!! ADA PEROMPAK!”

Semua orang terkejut sesaat dan Ikhwanul segera memerintahkan untuk menyiapkan senjata dan memutar setir kemudi menjauhi kapal itu. Meriam-meriam yang telah mereka beli di daratan sebelumnya di pasangkan di geladak-geladak kapal dan setiap orang memegang pedang masing-masing berjaga-jaga akan keadaan yang terburuk.  Kapal perlahan-lahan memutar arah dan menambah kecepatan dengan mengembangkan layar tambahan dan masing-masing anak buah kapal pedayung bertugas memutar dayung dengan cepat. “Satu!Dua!Satu!Dua!” sorak mereka ramai-ramai.

Kapal perompak juga meambahkan kecepatan lajuan kapal mereka namun masih terlihat seperti titik hitam dicakrawala dengan mata telanjang. Mereka terus mendayung dan bersiaga ditempat masing-masing sampai kapal perompak itu tidak terlihat lagi. Ramai-ramai mereka berseru “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

Melihat ada pulau didepan sana, Ikhwanul menyuruh anak buahnya untuk menepikan kapal dan melemparkan sauh. Satu-persatu sekoci mereka keluarkan dan mendayung hingga ketepian pantai. Masing-masing sekoci membawa bahan makanan karpet dan satu gentong air minum.

Masing-masing orang mempunyai tugas masing-masing untuk makan siang kali ini. Entah kenapa kapten meminta untuk berlabuh ditempat ini.

“Kita akan berpesta Kapten?”

Ikhwanul mengerutkan keningnya. “Tidak, Kita hanya akan makan, setelah itu semuanya kembali lagi ke kapal”

Anak buahnya hanya ber-oh ria dan segera menyiapkan makanan.

Mereka akan berlayar besok pagi dan beristirahat sebentar malam ini.

Ikhwanul membentangkan tikar dan membaringkan badanya diatas tikar, selepas makan mereka tadi sholat magrib berjamaah dan bermain-main sebentar setelahnya hingga waktu isya datang dan mereka kembali sholat berjamaah sebelum duduk berkumpul di depan api unggun dan merencanakan kepulangan besok, setelah itu mereka pun menyiapkan tempat tidur masing-masing dengan api unggun yang masih menyala.

Bintang-bintang terlihat sangat menakjubkan dari tempatnya berbaring. Ikhwanul menatap bintang dan sesekali menghitungnya sebelum dia terlelap. 

Bersambung~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar