Novel ringan.
Di ateuh rueng gunong kembeu (Di atas gunung kembar)
Pada mulanya Ikhwanul Hakim merasa bingung
akan kenapa dalam hidup ini dirinya merasa begitu hampa, seperti udara yang
berada disekitarnya dia merasa sangat kosong. Padahal cita-citanya yang telah
susah payah dikejarnya sekarang ini sudah terpenuhi yakni menjadi seorang
saudagar sukses yang menjelajah keberbagai belahan dunia dengan kapal sendiri.
Sebagai kapten sekaligus mandor dikapal
layarnya ini dia memutar setir kemudi dengan linglung, sehingga kapalnya
berjalan tanpa tujuan.
“Kapten sedang melamun lagi, ini sudah
kesekian kalinya”
Bisik-bisik anak buah kapal diantara
sesamanya. Setelah berlayar beberapa
hari diombang-ambing oleh badai dan ombak akhirnya meraka berlabuh juga di
pelabuhan daratan orang kulit putih. Tinggal selama seminggu menjajakan lada,
kapur barus, cengkeh dan cendana dan
wewangian membuat perdagangan mereka kali ini sukses, barang-barang yang mereka
bawa sudah habis dan selama perjalanan pulang mereka singgah di beberapa
pelabuhan guna membeli senjata dan meriam untuk dibawa pulang ke negeri Aceh.
Ikhwanul Hakim menyerahkan kemudi kepada
nahkoda kapalnya, dia menaiki menara pemantau dan mengamati lautan dengan
teropong selama beberapa jam.
“hhhh... kapten kita semakin lama semakin
aneh saja” ucap Saleh, anak buah kapal yang bertugas untuk membersihkan geladak
kapal.
Melihat dunia dengan begitu jelas, wawasan
Ikhwanul Hakim bertambah luas, jiwanya bergejolak untuk memulai langkah yang
baru guna memenuhi keinginan jiwanya. Setelah pulang kenegeri Aceh tersayangnya
nanti. Dia berencana untuk mengembara didaratan dan menyerahkan kapal ini untuk
dikelola oleh adikknya untuk sementara waktu hingga keinginan batinnya
terpenuhi atau jika adikknya tidak ingin, dia akan menyerahkannya kepada teman seperjuangannya
Hasbi Tayyib dan meminta uang sewa kapal, hahaha kekehnya geli.
Dari arah yang jauh, terlihat kapal lain
yang berjalan kearahnya, kapal itu memiliki anak buah kapal yang banyak dan..
apa itu? Pedangkah? Mereka sedang menyiapkan pedang masing-masing!
Ikhwanul menurunkan teropongnya dan
berbalik melihat anak buah kapalnya. “PEROMPAK!! ADA PEROMPAK!”
Semua orang terkejut sesaat dan Ikhwanul
segera memerintahkan untuk menyiapkan senjata dan memutar setir kemudi menjauhi
kapal itu. Meriam-meriam yang telah mereka beli di daratan sebelumnya di
pasangkan di geladak-geladak kapal dan setiap orang memegang pedang
masing-masing berjaga-jaga akan keadaan yang terburuk. Kapal perlahan-lahan memutar arah dan menambah
kecepatan dengan mengembangkan layar tambahan dan masing-masing anak buah kapal
pedayung bertugas memutar dayung dengan cepat. “Satu!Dua!Satu!Dua!” sorak
mereka ramai-ramai.
Kapal perompak juga meambahkan kecepatan
lajuan kapal mereka namun masih terlihat seperti titik hitam dicakrawala dengan
mata telanjang. Mereka terus mendayung dan bersiaga ditempat masing-masing
sampai kapal perompak itu tidak terlihat lagi. Ramai-ramai mereka berseru
“Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Melihat ada pulau didepan sana, Ikhwanul
menyuruh anak buahnya untuk menepikan kapal dan melemparkan sauh. Satu-persatu
sekoci mereka keluarkan dan mendayung hingga ketepian pantai. Masing-masing
sekoci membawa bahan makanan karpet dan satu gentong air minum.
Masing-masing orang mempunyai tugas
masing-masing untuk makan siang kali ini. Entah kenapa kapten meminta untuk
berlabuh ditempat ini.
“Kita akan berpesta Kapten?”
Ikhwanul mengerutkan keningnya. “Tidak,
Kita hanya akan makan, setelah itu semuanya kembali lagi ke kapal”
Anak buahnya hanya ber-oh ria dan segera
menyiapkan makanan.
Mereka akan berlayar besok pagi dan
beristirahat sebentar malam ini.
Ikhwanul membentangkan tikar dan
membaringkan badanya diatas tikar, selepas makan mereka tadi sholat magrib
berjamaah dan bermain-main sebentar setelahnya hingga waktu isya datang dan
mereka kembali sholat berjamaah sebelum duduk berkumpul di depan api unggun dan
merencanakan kepulangan besok, setelah itu mereka pun menyiapkan tempat tidur
masing-masing dengan api unggun yang masih menyala.
Bintang-bintang terlihat sangat menakjubkan
dari tempatnya berbaring. Ikhwanul menatap bintang dan sesekali menghitungnya
sebelum dia terlelap.
Bersambung~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar